Total Tayangan Halaman

Sabtu, 26 Oktober 2013

“Saya akan mengumumkan siapa orang yang beruntung yang akan mendapatkan paket tour ke Paris gratis.Dan nomor pemenangnya adalah ............088899567”
Gadis itu kemudian melonjak berdiri dari kursinya begitu presenter acara tersebut selesai membacakan pengumuman. Hatinya begitu senang ketika mendengar nomornyalah yang telah terpilih dari sekian banyak orang.
                                                            ***
            Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan A-027 mendarat cantik ditengah hamparan luasanya bandara Charles de Gaulle. Mara bersiap melepaskan sabuk pengamannya. Perlahan suara derap langkah dari hak stilleto merahnya terdengar , saat ia menuruni tangga pesawat.
            Dan inilah dia. Gadis itu telah sampai menginjakan kakinya di Paris.  Jiwa gadis itu maih belum percaya kalau raganya sekarang sudah ada di Paris. Ia menghirup napas dalam-dalam dan memanjatkan doa syukur kepada Tuhan. Lalu ia melihat sekelilingnya. Sekitarnya ramai dipenuhi orang kulit putih yang berlalu lalang.
            Gadis itu tersenyum kecil. “Paris.. I’m Coming!!”
`           Sekitar  10 menit, ia menepuk pelan dahinya. Mara pelupa akhirnya melupakan salah satu hal penting. Ia lupa bahwa seorang tourguide yang akan menemaninya dan menungggunya di Bandara. ia tinggal. Tak ada kesempatan kembali lagi menuju nama Hotel yang barusan ia sebut.
            Taksi tersebut berhenti disebuah bangunan besar bertuliskan “ Eiffel Seine Hotel” .Gadis itu turun dari taksi tersebut lalu masuk ke hotel.  Gadis  itu nyaris menganga lebar saat memasuki hotel yang bergaya art Nouveau . Pintu hotel yang otomatis akan membuka sendiri jika ada orang yang lewat. Hal itu tentu sudah biasa, tapi yang membuat gadis itu terkagum-kagum adalah dekorasi hotel itu dengan kermerlap cahaya lampu yang menyinari sisi hotel dan Semua arsitektur hotel yang disusun nyaris sempurna. Ia semakin penasaran dan ingin mengetahui seperti apa kamar yang nantinya akan ia tempati. Imajinasinya mulai berhamburan mendatangi otaknya, membuatnya tersenyum tipis.
            Dengan mengeluarkan segenap kemampuan berbahasa Inggrisnya Mara berkomunikasi dengan receipsionist hotel. Ia memesan satu kamar. Lebih tepatnya sih bertanya mengenai kamar yang sudah dipesan dari Manajer Kuis undian yang ia ikuti.
            Tiba-tiba seorang lelaki  datang dan juga mengucapkan salah satu kata yang sama dengannya.
Holiday Paradise
Ya, nama begitulah acara undian yang membawa gadis itu sampai disini.
            “Holiday Paradise? This is the key. Here it is.”  Wanita receipsionist itu kemudian menyerahkan sebuah kunci kepada Mara. Namun sebelum kunci jatuh ketangan Mara, Cowok tu dengan jari-jari besarnya merebut kunci tersebut. Mulailah pertengkaran mereka.
            Wanita recepsionist itu hampir saja memanggil satpam hotel untuk mengusir mereka. Sebelum akhirnya mereka terdiam bersamaan.
            “Stopp!!! Holiday Paradise just reserve one room. You may check and stay together or you can reserve one room again.”
                                                            ***
Dengan jari mungil nya Mara memutar kunci yang sudah tergantung dipintu.
Kreekk!! Pintu terbuka.
Benar saja, kamar ini membuatnya harus menutup mulutnya lagi. Ukuran kamar ini mendekati kata sangat lebar.  Semuanya nyaris bernuansa clasic. Cat temboknya yang berwarna bau-abu keputih-putihan berpadu dengan spreinya yang berwarna biru keau-abuan. Semua indah. Dan ada satu hal lagi. Dari jendela besar yang terletak dikamarnya ia bisa langsung melihat keindahan sungai Seine.
Bug!
Bunyi badan mungil Mara menyentuh keempukan ranjang hotel. Nyaman sekali. Sesekali ia memejamkan matany. Sayang sekali ada sesuatu yang tiba-tiba mengganggu kenyamannya saat cowok itu tiba-tiba hadir didepannya sambil berdeham keras. Ia nyaris teriak.
“Nona manis. Itu ranjang Cuma ada satu dan kita berjumlah dua orang. So...”
Dimulai dari ucapan cowok itu terjadilah pertengkaran perebutan wilayah kekuasaan. Butuh waktu yang cukup lama bagi mereka hingga pada akhirnya dapat berdiam diri lagi setelah menandatangani surat perjanjian dikertas. Perjanjian mengenai batasan wilayah yang telah diatur sedemikian rupa oleh mereka.
Sebagai cewek Mara tidak mau kalah. Ia mendapatkan kekuasaan ranjang empuk itu dua hari pertama mulai dari hari ini. Minimal ranjang itu bisa membantu dia memulihkan lagi tulang-tulangnya yang lelah.
                                                            ***
Pagi ini, pertama kalinya Davi menjalankan tugasnya sebagai Tourguide Mara setelah perkenalannya semlam dengan gadis itu yang dipenuhi dengan bumbubumbu pertengkaran. Gadis satu ini membuatnya harus banyak-banyak mengelus dada.
Tempat tujuan pertama mereka adalah Menara Eifell. Menara yang menjadi lambang kota mide tersebut. Letaknya tidak jauh dari hotel tempat mereka menginap, hanya 500 m.
Setelah berjalan kaki, anggap saja maraton di pagi hari mereka  sampai juga disana.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjok12weJh3_y0RdozAu7PhL5Sax3Xc0sebWN4dquhf2EC8IdJfXyw22fX7vqIfnxuJ1KxpGkCLVp5SrOSl5gCYx3-AEJjUCQpNvPe62loOKJ7QtfPqnJfZqKfHI-x3r2b3ryrOKJRSBkcE/s1600/Eiffel.jpg

Mara berteriak kesenangan. Dari dulu gadis itu memang selalu bermimpi memeluk menara Eifell. Dan sekarang menara tersebut ada didepannya. Ia berlari kecil menuju menara itu lalu mengelus-ngelus menara. Davi hanya memperhatikan cewek itu dari kejauhan sambil bergidik.
 “Oh iya, Dav. Lo potoin gue sih disini.” Lanjut Mara. Gadis itu menyerahkan kamera paroloid kunonya yang sejak tadi mengantung dilehernya.
Davi hanya mengangguk pasrah Inilah yang Davi paling benci dari semua pelanggan Tour dia. Semuanya selalu minta difoto. Hello.... Davi Angkasa Argita adalah seorang Tourguide bukan Fotografer. Hanya itulah yang selalu dieluhkan Davi dalam batinnya berharap hatinya bisa berbicara.
Mara berdiri dibawa menara yang tingginya lebih dari ratusan kaki itu , bergaya memegang tiang menara bak model pemotretan. Rambutnya mengembang diterpa angin.Ia tersenyum cerah secerah langit biru berselimut awan putih pada pagi itu.
Melalui lensa bagian belakang kamera Davi dapat bermaksud membidik satu jepretan. Ia terkesima seketika, bukan kepada semua pemandangan indah dimenara itu tapi kepada sosok cewek cantik yang sedang tersenyum manis. Cantik sekali.
Tidak hanya puas hnya berfoto disana. Mara ingin menyelusuri menara yang di cat cokelat kellabu itu lebih dekat. Ia ingin menaikinya. Benar-benar, ini adalah saat-saat yang sangat ia impikan. Ia bisa masuk kedalam menara rancangan Emile Nouguier dan teman-temannya.
Tingkat pertama dan kedua dapat diakses dengan tangga dan lift. Sebuah loket tiket di menara selatan menjual tiket ke anak tangga yang dimulai di tempat itu. Di platform pertama tangga menaik dari menara timur dan pertemuan tingkat ketika hanya dapat diakses dengan lift. Dari platform pertama atau kedua tangga dibuka bagi semua orang yang naik dan turun tergantung apabila mereka telah membeli tiket lift atau tiket tangga.Ketika keluar lift di tingkat ketiga, mereka menaiki 15 anak tangga menuju platform pengamatan atas. Jumlah anak tangga dituliskan secara bertahap di sisi tangga untuk memberikan tanda tangga naik. Kebanyakan tangga naik memberikan pemandangan langsung ke bawah atau sekitar menara meskipun beebrapa anak tangga pendek tertutup.
Dan sekarang tibalah mereka dipuncak tertinggi. Dari sini semua terlihat sangat jelas keindahan kota Paris. Langit yang iasanya terkihat jauh sekarang tiba-tiba terlihat begitu dekat dengannya. Mara merasakan sentuhan angin yang membelainya. Sementara, Davi hanya mampu menatap gadis itu terpesona.
Begitulah hari-hari mereka abiskan. Berdua mengelilingi kota Paris yang penuh dengan kata indah.
                                                 ***
Tak terasa sudah seminggu. Dan prahara itu datang. Diam-diam kebersamaan diantara mereka berubah menjadi cinta tersembunyi. Cinta yang perlahan mengisi lllabirin-labirin sunyi dihati mereka. Cinta yang mulai mewarnai hari-hari mereka tanpa mereka sadari.
                                                ***
Selesai mandi dan berpakaian, Mara meraba meja rias. Ia menemukan secarik kertas surat tergeletak.
To: Mara
From: Davi
Woii lo kesiangan. Gue hari ini dari pagi sampai malem gak ada di hotel. Jadi lo puas-puasin lah nikmatin fasilitas hotel. Lagian hari ini hari terakhir lo berada disini. Oh iya, Mar. Ada sesuatu yang gue mau omongin ke lo. Ntar malem jam 8. Lo datang ke Le deine resto. Gue udah suruh  taksi jemput lo.
Thanks
Davi
Mara menutup surat dengan air muka bingungnya. Baru kali ini Davi melakukan hal ini. Davi. Betulkah? Ia melakukan semua ini? Untuk apa?
Hal ini benar-benar sulit diterima akal sehatnya. Davi yang biasanya hanya memberikannya cacian makian dan kekesalan sekarang memberinya sebuah dress secantik ini.
Mara benar-benar bertekad tampil beda malam nanti.
                                                ***
Gadis itu langsung saja disuruh naik oleh supir taksi yang katanya suruhan Davi. Taksi tersebut membawanya ke sebuah tempat yang belum ia kunjungi sebelumnya.
Restauran Le diane
Mata Mara melirik kesana-kesini melihat seluruh dekorasi resto tersebut. Lampunya  bagai sinar kunang-kunang. Cat temboknya berwarna cream sepadan dengan atap resto tersebut yang berwarna cokelat susu.Tiap ruangan diletakan lilin-lilin putih yang sengaja dinyalakkan agar menambah atmosfer kehangatan didalamnya.
Mara melangkah mengikuti pelayan resto yang menunjukan kepadanya dimana Davi telah menunggunya.
Benarkah yang ada didepannya itu Davi?
Davi memegang lembut tangan gadis itu dan menyiapkan kursi untuknya duduk.
Hening.
Mereka berdua saling memandang seakan-akan terhipnotis juga dengan suasana romantis malam yang dihidangkan oleh Le diane.
Seorang lelaki setengah baya tiba-tiba masuk keruangan. Lelaki itu memegang biola dan mulai mengeluarkan alunan melodi romantis. Davi mengulurkan tangannya ke Mara .Mara bangkit berdiri dan mendekatkan diri ke Davi.Gadis itu menyentuh pundak Davi dan Davi melingkarkan tangannya ke pinggang Mara . Mereka mulai menar-nari seakan resto tesebut milik mereka.
Lagu alunan petikan dawai biola tersebut mengalun indah, jauh lebih indah dari yang sebenarnya karena mereka tak berhenti-hentinya tersenyum dan saling menatap satu sama lain. Berharap malam ini tidak akan pernah berakhir.
Dan musikpun berhenti. Davi memegang kedua tangan Mara.
“Mar, gue gak tau harus mulai dari mana. Sebab gue juga gak tahu kapan dan dari mana rasa ini tiba-tiba muncul. Gue cinta sama lo, Mar.”  YA gak usah jawab sekarang juga gak apa-apa. Yang jelas gue udah nyampein semuanya sebelum lo pergi balik ke Jakarta.”
Entah dorongan dari mana. Mara memeluk tubuh Davi begitu hangta. Lalu melepaskannya perlahan. “Kalau emang kita berjodoh. Kita pasti bertemu lagi di Paris. Dan ketika itulah gue akan jawab semuanya.”
                                                ***
1 tahun kemudian...
Paris, masih dengan menara Eifellnya yang tetap berdiri kokoh. dan masih dengan segala keindahannya. Davi memotret menara Eiffel menggunakan kameranya. Sungguh suasana ini mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang telah membawa hatinya pergi bersamanya.
“Mas, bisa tolong fotoin gak?” Terdengar suara cewek yang sempet membuat Davi emnolehkan wajahnya kearah sumber suara.
Benarkah dia Mara? Atau ini hanya imajinasinya saja?
 “Mar..

Belum sempet Davi meneruskan nama itu. Seseorang yang punya nama itu kemudian memeluknya erat. “Sekarang gue mau jawab janji gue didepan menara Eiffel. Davi Angkasa Argita, I love u.” Bisik gadis itu kepada cowok dihadapannya yang saat ini benar-benar merasa seperti dirinya sedang berada dipuncak menara Eiffel.