“MISSION
COMPLETE!” Teriakan itu menghambur
keluar dari bibir tipis Vania , gadis cantik berusia tujuh belas tahun, yang
sedang berdiam diri didepan mesin ATM menatap saldo tabungannya. Matanya
berbinar ceria bibirnya mencuat naik keatas.
“Lo dapat bayaran
lagi?” tukas seorang gadis disebelahnya.
“ Iyalah. Orang gue
udah nyelesaiin misi gue.” Gadis bermata kejora itu membanggakan dirinya. Ia
kemudian menarik pintu dan keluar dari ATM bersama gadis yang tadi berada
disebelahnya.
“Kali ini siapa lagi yang
berhasil lo jodohin, Van?” Nada bicara gadis itu menunjukan ketakjuban
sekaligus penasaran.
Vania tersenyum seperti
mengingat sesuatu lalu setengah menahan tawa. “Gue jamin lo gak percaya, La.Gue
barusan berhasil jodohin si Farman dengan si Nissa, terus gue juga berhasil
jodohin Pak Hasan.”
Mata bulat Lala
membelalak. Nyaris keluar. Mulutnya hampir membentuk sebuah huruf “O”. “Sumpah
demi apa lo,Van? Kalau si Farman dan si Nissa,gue sih percaya-percaya aja. Tapi
Pak Hasan?”
Oke mungkin ekspresi
Lala sedikit berlebihan, tapi gak sepenuhnya kok. Pak Farman memang seseorang
lelaki perjaka tua yang menjadi tetangga depan rumah Vania. Lelaki itu sudah
berumur 40 tahun dan belum menikah. Mungkin kalau digambarkan lebih jelas Pak
Hasan mirip banget sama lagu “ABG Tua”nya penyanyi dangdut, Fitri Karlina. Lala
dan Vania sering menjadikan lelaki paruh baya itu sebagai bahan gosip mereka.
Vania memamerkan
gigi-gigi putihnya seraya mengibaskan rambutnya, Ia berkata “Gue gitu loh. Apa
yang gue gak bisa? Demi duit semuanya bisa. Dan gue seneng banget bisa berbinis
dengan dia. Pembayarannya oke dan tepat waktu.”
Lala hanya bergidik
geli memandang temannya yang matrenya sudah stadium empat. Vania memang bukan
cewek biasa. Cewek satu ini selalu mempunyai prinsip “Money is everything”.
Semuanya bisa dia jadikan duit. Ya meskipun begitu dia tidakk pernah melakukan
sesuatu yang illegal dan haram kok. Sampai sekarang ia belum pernah terlibat
kasus bandar narkoba atau semacamnya. Dan semoga tidak pernah.
Kenyataan Vania memang
harus memegang prinsipnya. Vania semata-mata bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya yang bisa dibilang kurang mampu. Ia mempunyai tiga adik
yang masih harus sekolah, sementara uang dari ayah dan ibunya hanya cukup untuk
membiayai ia kuliah. Maka dari itu, ia memutuskan untuk membiayai kuliahnya
sendiri demi kelangsungan sekolah adiknya yang hampir terancam. Untungnya Vania
punya otak yang cerdas, sehinggga dengan beasiswa yang ia terima cukup
meringankan bebannya.
***
Telepon berdering. Dari
nomor tidak dikenal.
Buru-buru Vania
meyambar ponselnya diatas ranjang dan melemparkan hanaduknya ke lantai. Jarinya
menekan tombol hijau pada ponselnya. Telepon tersambung.
“Halo. Benar ini Biro
Pencaharian Cinta?” Suara berat itu terdengar dari baik telpon.
“Iya benar. Ini saya
Vania Leirisia yang punya Biro Pencaharian Cinta. Ada yang bisa dibantu? Ini
bisa langsung datang kok ke alamat yang ada di selembarannya. Ditunggu ya.
Tutup jam 8 malam.”
Telpon pun terputus.
***
Mobil Avanza hitam itu
sudah hampir setengah jam berhenti di perkarangan rumah sederhana bercat hijau.
Akhirnya pemilik mobil itu keluar dari mobilnya dan mengetuk pintu rumah.
Seorang wanita paruh baya membukan pintu.
“Maaf cari siapa ya?”
“Bener ini rumahnya
Vania Cha....” Cowok itu menggaruk-garuk rambutnya berusaha mengingat nama
akhir gadis yang baru saja ia telepon 3
jam yang lalu.
“Ohh. Vanianya ada tuh
didalam. Sebentar ya di panggilin.”
VANIAAA... Suara
lengking itu terdengar hingga keatas kamar Vania. Gadis yang dipanggil namanyan
itu pun segera melesat turun menemui asal suara.
“Iya ma.” Vania
menampakkan dirinya. Dengan mukanya datar yang selalu menjadi ciri khasnya ,ia
memperhatikan laki-laki yang sedang berdiri didepan pintu. Ternyata feeling dia tepat. Pasiennya akan datang. Untung dia
sudah menyiapkan segalanya
“Ini mbak Vania yang
punya Biro....” Belum sempat si laki-laki itu menyelesaikan perkataannya, Vania
menarik lengan laki-laki itu menuju keluar teras. Gadis itu lalu menyuruh
laki-lai itu untuk duduk di teras depan selagi ia masuk dan berbicara dengan
mamanya.
“Siapa, Van? Temen kamu
ya? Ganteng banget anaknya, Dia tadi nanya biro apaan,Van?” Semburan pertanyaan
dari Mamanya itu dijawab dengan singkat oleh Vania.
“Iya ma Dia mau nanya
tugas. Mama istirahat aja. Nanti biar Vania aja yang buatin minuman. Palingan
bentar lagi dia pulang.”
Wanita separuh baya itu
hanya mengangguk sambil tersenyum samar lalu masuk ke bilik rumahnya. Seiring
dengan kepergian wanita itu, Vania kembali menemui laki-laki tadi. Laki-laki
itu sedang celingak-celinguk memperhatikan tiap sudut rumahnya yang sederhana.
Vania berdeham dengan tujuan menarik perhatian laki-laki tersebut. Laki-laki
itu menoleh ke arahnya. Vania sedikit kaget melihatnya. Wajah laki-laki itu memang dapat dibilang high quality. Kulitnya putih. Ramutnya yang hitam dipotong model shaggy. Matanya sipit. Laki-laki itu
mempunyai hidung yang mancung dan bibir yang tidak terlalu tipis. Sosok yang
begitu oriental.
“Sorry tadi ada nyokap
gue. Gue gak enak ngomongin bisnis biro ini depan dia.Oh iya gue Vania Chandra,
sesuai yang sudah kamu liat di brosur. Gue yang punya Biro ini. Ada yang bisa
gue bantu?”
“Oh. Marcel. Gue butuh
bantuan lo...
Perkataan laki-laki itu
kembali disela oleh Vania. Gadis berkulit
kuning langsat itu mengambil satu lembar kertas dari map yang dia pegang lalu
menyerahkannya ke laki-laki itu.
BIRO
PENCAHARIAN CINTA
Melayani
Apapun Problem Percintaan anda
1.
Membutuhkan
pasangan
a.
Balikan dengan mantan Rp.500000
b.
Mencari
cewek baru Rp
350000 (bisa nambah)
2.
Curhat
tentang pacar Rp 50000 (solusi 100000)
3.
Usaha
untuk move on
Rp 400000
Biro Pencaharian Cinta akan membantu anda
menyelesaikan perkara ciinta anda dan membuat hubungan anda semakin lengket. No
Patah hati! No Galau. GAGAL UANG AKAN KEMBALI 100%.
Laki-laki itu
tersenyum membacanya. Lesung pipinya yang dari tadi tak nampak, muncul dan
memperkuat pesona si laki-laki tersbut sebagai prince charming. Oke, Buktinya Vania sempat tak berkedip beberapa
detik melihat semburat senyum laki-laki itu. Demi Tuhan, dia eye- catching banget.
Laki-laki
tersebut mengeluarkan lembaran uang seratus ribuan dari dompetnya. Ia memegang
uang itu dan memperlihatkannya kepada Vania. Otomatis, Vania langsung sadar
dari lamunannya.
“Gue
bayar 1000000. Asal lo bisa jodohin gue sama mantan gue lagi.”
“Setuju
deh.” Bukan Vania kalau matanya gak hijau setiap ngeliat duit. Terang saja
Vania langsung merampas uang yang ada di depannya. Namun laki-laki bertindak
lebih cepat dari tangannya Vania. Ia mengambil kembali uangnya.
“Gue
akan ngasih duit itu dengan syarat. Kalau lo gak berhasil bikin gue balikan
sama dia. Lo harus ngembaliin duit gue dua kali lipat.” Ujar cowok itu mantap.
Tanpa
berpikir dua kali, Vania mengangguk tak kalah mantap. Vania benar-benar yakin
ini rejeki baginya. Lagian mana mungkin dia gagal. Sudah tiga tahun menjadi mak
comblang, belum pernah ada sejarah kegagalannya mencomblangi pasiennya.
***
Sudah
sebulan dari hari itu Vania semakin rajin menjalankan tugasnya. Dari mulai
mengobservasi cewek itu. Mengintrogasi si laki-laki mengapa bisa putus. Dan
kini dia mendapat kesimpulan dan sekaligus cara untuk membuat Marcel bisa jadian
kembali dengan ceweknya. Marcel menceritakan semuanya tanpa ada yang ia tutupi
dari Vania. Sebulan itu mereka habiskan bersama untuk sekedar mengorek
informasi cewek itu. Mereka jadi sering ngbrol akrab disebuah kafe atau bertemu
di rumah Vania. Mereka lebih sering terlihat berdua.
Hari
ini Vania berpikir untuk menjalankan strateginya mempertemukan Marcel dengan
ceweknya secara tidak sengaja. Vania sudah mengatur skenario yang pas dan
tempat mana yang akan menjadi lokasi mereka. Mereka pun segera meluncur kesana.
Tidak sia-sia Vania menghabiskan waktu utnuk mengetahui dimana saja temat cewek
itu nongkrong. Sesuai dengan perkiraannnya. Cewek itu tepat berada di kafe Del
Amore jam 2 siang. Vania mengarahkan apa yang harus dilakukan Marcel. Dan
Marcel menurutinya. Baru satu dua dialog
yang Marcel lontarkan lantaran berbasi-basi, Si cewek sudah mulai ngerespon.
Vania yakin banget kalau cewek itu masih punya rasa ke Marcel. Dan misinya sudah
mulai menemukan titik terang.
Strateginya
berhasil. Marcel bersama ceweknya sudah dekat kembali. Tapi entah mengapa jauh
dalam hatinya Vania ia tidak mengingkan itu semua terjadi. Vania beribu kali
berpikir menggunakan logika sehatnya untuk menolak, tapi tetap saja tidak bisa.
Keinginannya terpaksa harus dia hempaskan ke barisan arakan awan.
Vania
tidak tahu apa yang terjadi dengan dia. Dia harus secepatnya menyelesaikan
misinya agar ia tidak menganti rugi uang itu karena uang satu juta tersebut
sudah ia habiskan untuk membiayai uang semesteran dia di kampus. Pikiran Vania
pun menajdi kacau. Wajah Marcel mulai terlintas diotaknya. Kebersamaannya
dengan Marcel membuatnya merasa sangat nyaman. Ada rasa yang tak bisa ia ungkap
saat melihat Marcel berdua dengan wanitanya. Sakit yang teramat sangat. Ia
merasakan hatinya tercabik-cabik. Suara berat Marcel yang selalu menelponnya
tiap malam selalu ia rindukan. Apa ini? Apakah seorang Vania Chandra, si Mak
comblang jatuh cinta pertama kalinya? Karena sejujurnya si Mak comblang yang
selalu berurusan dengan cinta ini belum pernah jatuh cinta. Ia sebenarnya tidak
mengerti apa itu cinta dan bagaimana rasanya jatuh cinta.
Berulang
kali Vania menentang kata hatinya. Tidak. Ia tidak boleh seperti ini. Hubungan
ia dan Marcel hanya sebatas Klien saja. Ia harus dengan sesegra mungkin menyelesaikan
tugasnya. Sebelum perasaannya tumbuh pesat. Ini sudah melanggar kode etik mak
comblang. Seorang mak comblang tidak boleh perasaan cinta dengan kliennya.
Vania harus melupakan semua perasaannya.
***
“Besok
sudah genap tiga bulan. Dan tugas lo sudah selesai. Thanks ya, Van.” Suara khas
Marcel menyapa telinganya begitu lembut. Vania hanya bisa mengangguk lemah. Tak
tahu apa yang harus ia katakan. Sesaat suasana hening. Dan akhirnya Vania
memecahkan keheningan itu.
“Besok
lo harus nembak dia karena lo udah sering latihan didepan gue jadi guue yakin
lo pasti diterima. Selamat ya, Cel.”
“Lo
ini, Van. Gue belum diterima lo udah ngucapin selamat. Mana tahu gue ditolak.
Seandainya orang yang gue tembak itu lo. Mungkin gak lo nerima gue kayak
kemarin-kemarin?” Tanya Marcel. Matanya menatap serius ke Vania. Vania berusaha
menunduk dan terdiam. Oh God tak
tahukan kalau hal yang dilakukan cowok itu bisa membuat semua pertahanan Vania
runtuh seketika. Marcel kembali melanjutkan perkataannya yang sedari tadi belum
dijawab Vania.
“Lo
ini cewek yang unik, Van. Lo beda dari cewek yang laen. Lo itu mandiri, ya
meski terkadang rada nyebelin. Lo itu manis kok sebenernya, meski kadangan
kebanyakan....
“Cel,
Pulang yu!” Vania menarik tangan Marcel. Ia masih tidak mau menatap mata cowok
itu.
“Lo
kenapa, Van? Saa.... Marcel berhenti berkata-kata. Ia benar-benar tak bisa
berkata-kata lagi. Pelukan dari Vania seakan mengunci mulutnya untuk berbicara.
IA hanya bisa terdiam dan merasakan tetesan air mata yang jatuh membasahai
kemejanya.
“Sorry,
Cel. Gue gak apa-apa. Yuk pulang!” Dengan cepat Vania tersadar dana melepaskan
pelukannya dari Marcel.
Itu
terakhir kalinya Vania bertemu dengan Marcel. Vania tidak ingin bertemu
dengannya lagi. Apalagi melihatnya menembak cewek itu. Hatinya pasti akan
sakit. Sudah cukup ia melukai hati dan perasaannya sendiri. Lagian kontrak
kerja Vania dan Marcel juga sudah selesai. Vania yakin seratus persen sekarang
Marcel dan ceweknya itu sudah bahagia.
“VANIAAAA.....
Suara
Ibu Vania terdengar dari bawah memanggil Vania turun.
Hari ini Vania tampak cantik dengan gaun yang
dikenakannya. Rambutnya yang biasanya
dikuncir satu, kini terurai indah. Gaun kuning yang ia kenakan nampak sewarna
dan cocok sekali dengan sepatu yang ia gunakan. IA benar-benar bak bidadari.
“Iya
ma, Vania sudah siap.”
Mobil
Avanza itu melaju cepat. 15 menit kemudian Vania dan keluarganya sudah sampai
disebuah restaurant mewah.
“Sebenarnya
kita mau ngapain sih, MA? Mau makan disini? Kan mahal, Ma. Emang mama punya
duit?” Vania semakin penasaran lantaran pertanyaan bertubi—tubinya tidak
dijawab sang Mama. Wanita setengah baya itu hanya tersenyum kepada anaknya.
Vania
mengikuti mama dan papanya dan melangkah masuk ke restaurant. Mama dan papanya
berhneti dan mengambil tempat duduk disebuah meja. Mereka kemudian disambut
dengan pria setengah baya. Dari wajahnya, Vania dapat menerka bahwa pria
tersebut seumuran dengan Papanya.
“Ohh ini Vania. Sekarang sudah besar
ya. Cantik lagi.” Pria itu tersenyum kearah Vania. Lalu memanggil seseorang.
Marcel. Itu nama yang ia panggil. Apakah Vania tidak salah mendengar? Atau
jangan-jangan bukan hanya otaknya dan hatinya saja yng sudah rusak karena
Marcel, tapi hatinya juga?
‘Ini apaan sih? Aduh Vania yang namanya Marcel
itu kan banyak’. Gerutunya dalam hati.
Laki-laki yang barusan dipanggil
namanya itu datang. Laki-laki itu mengenakan kemeja hitam dan celana jins hitam
. Ia lalu menuju ketempat duduk disebelah pria setengah baya itu. Vania masih
terlalu memperhatikan laki-laki yang baru datang itu. Sekarang otaknya mereview kembali kejadian-kejadian =nya
bersama Marcel. Ia sibuk meluruskan otaknya.
“Marcel, ini kenalin. Dia Vania.
Anaknya Om Surya yang sering papa ceritain kekamu. Vania ini kenalin. Dia
Marcel, anak Om.”
Laki-laki itu mengulurkan tangannya
dan Vania membalas uluran tangan laki-laki tersebut. Sesaat keduanya saling
menatap dan sama-sama terkejut.
“Lo?” Teriak mereka berbarenngan.
“Kalian sudah saling kenal rupanya?”
Kali ini pertanyaan itu keluar serempak dari papanya Vania, mamanya Vania, dan
Papanya Marcel sendiri.
“Kalau papa mau jodohin Marcel sama
dia. Marcel mau banget, Pa.” Ucapan spontan Marcel itu kontan membua pipi Vania
bersemu merah. Dan malam ini Marcel yakin bahwa mak comblangnya itu sudah
berubah menjadi sosok bidadari yang ia nantikan dalam percintaannya.
***
Malam ini langit sangat indah. Tak
kalah indahnya, pemandangan di bumi malam ini jauh lebih indah.Sepasang kekasih
sedang bercanda mesra dan membuat seakan jagat raya cemburu menyaksikannya.
“Cel, Aku boleh nanya?” Gadis itu
menyandarkan kepalanya ke dada bidang milik laki-laki yang saat ini duduk
persis disampinga.
“Tanya aja. Kamu mau nanya apa?”
Laki-laki itu menatap cewek itu lekat seraya mengusap lembut rambutnya.
“Kenapa waktu itu lo gak jadian sama
Cecil? Lo gak mungkin ditolak kan?” Vania memutarkan bola matanya membalas
tatapan laki-laki itu.
“Gak kok.” Bibir Marcel mencuat
naik. Marcel tersenyum. Masih senyum yang sama yang selalu bikin jantung Vania
berhenti berdetak.
“Terus?” Tanya Vania lagi. Ia
berusaha menahan napasnya yang sesak karena sekarang jantungnya berdegup tak
keruan. Oh My God kenapa laki-laki ini begitu
manis? Runtuknya dalam hati.
“Ya
karena sejak peristiwa malem itu. Pikiran aku dipenuhin dengan kamu, Van. Pada
akhirnya aku sadar, kalau aku sudah jatuh cinta sama mak comblangku sendiri.”
Perkataan laki-laki itu seakan menyedot seluruh energi Vania. Lidah Vania
berubah menjadi kelu.
Lalu perlhan wajah mereka menjadi
semakin dekat. Si gadis memejamkan matanya. Tidak ada yang bergerak mundur.
Tidak ada yang menarik diri. Kedua bibir itupun bertemu. Kecupan Marcel begitu
lembut mendarat pas dibibir Vania.
Ini Biodata Saya
·
Nama
lengkap ==> Agnesty Irenciu
·
Nama
pena ==> Nesty
·
TTL
==> 13 Agustus
1996
·
Alamat
==> Jalan Kartini
gang Warnasari no 40
·
No. HP
==> 081379763777
·
Akun FB
==> Agnesty Irenciu
·
Profil
singkat ==> Saya adalah pribadi yang ingin terus mengembangkan
karya saya. Menulis dan tetap belajar.