Total Tayangan Halaman

Selasa, 01 Juli 2014

Ini Kisahku

Mungkin, gak banyak orang yang percaya dengan apa itu cinta pandangan pertama. Seperti kata pepatah kebanyakan. “Kita baru benar-benar bisa kehilangan, ketika kita sudah benar-benar memilikinya” begitu juga dengan kepercayaan “Kita benar-benar akan percaya ketika kita benar-benar merasakannya.”
Setiap orang memang memiliki kisah cintanya masing-asing. Begitu juga setiap hati akan selalu memiliki nama didalamnya.Ini kisahku yang membuat aku percaya dengan apa itu cinta pada pandangan pertama dan apa itu arti mencintai dalam kediaman.
                                                ***
Saat itu aku asih duduk di kelas XI SMA. Aku penyendiri dan tak terlalu suka dengan keramaian. Hari-hariku disekolah begitu monoton. Kalua tidak membaca buku dikelas, ya aku membaca buku diperpustakaan. Hingga suatu ketika aku menemui sosoknya. Cowok yang biasa aku panggil dengan sebutan,”Tuan” karena sampai saat ini masih dia Tuan hatitku.
Dia ketua Osis. 
Saat itu entah aku yang terlalu kuper sampai-sampai tak pernah melihat wajah ketua Osis sekolahku atau karena aku kurang perduli dengan dunia luar sekolahku kecuali pelajaran. Hari itu di perpustakaan sekolah pertemuan awal itu terjadi.  2 November. Aku ingat betul tanggal itu. Tanggal dimana saat itu menjadi saksi dulu kita pernah kenal bahkan sempet dekat.
Saat itu aku tengah berjalan tergopoh-gopoh meninggalkan perpust , mendengar suara bel masuk kelas berbunyi. Tanganku dipenuhi dengan tumpukan buku yang belum ku baca. Terburu-buru, terpontang-panting, dan ter-ter lainnya menyebabkan aku berlari sekencang-kencangnya dan tanpa melihat-lihat lagi.
BRUKKK..
Tabrakan kecil itu membuat bukuku dan bahkan aku ikut terjatuh. Sosokmu kulihat samar-samar tanpa kacamataku. Kamu menjulurkan tangan besarmu dan membantuku berdiri. Setelah itu kamu berjongkok dan membereskan semua  bukuku yang jatuh berserakan kemana-mana. Aku membetulkan kacamataku lalu membantumu memunguti kertas-kertas yang berserakan yang jatuh dari bukuku.
“Nih, buku lo.” Ketika kamu selesai mengambil beberapa bukuku dan menyerahkannya kepadaku. Saat itu untuk pertama kalinya aku melihat wajahmu dengan jelas. Mata sipitmu, kulitmu dan putih dan wajah orientalmu masih tergambar jelas dalam ingatanku.  Aku masih bengong sepersekian detik untuk meyakinin diriku kalau yang sekarang berada dihadapanku bukan aartis korea JUNG ILL WOO atau LEE MIN HOO.
Sesaat moment-moment seperti difilm-filmpun terjadi. Gadis cupu bertabrakan dengan cowok ganteng. “OH GOD, Apa yang harus aku lakukan?”
“Malah bengong. Ini buku lo.” Ucapnya keras dan membuatku tersadar.
“Eh sorry. Eh makasih.”  Ucapku. Membuatku meronta dan memaki diriku sendiri. Mengapa disaat-saat begini aku malah memperlihatkan kebodohanku.
“Iyaa gak apa. Gue tahu lo pasti lagi buru-buru masuk kelas.”
Demi Tuhan aku menepuk jidatku sendiri, bahkan aku sampai lupa aku udah telat masuk kekelas. “Iya.” Kataku buruburu berlari kekelas.
Aku kira hari itu pertemuan terakhirku dengannya. Aku kira pertemuan kami hanya kebetulan semata. Mana mungkin aku dan dia bertemu lagi, ya meskipun dalam lingkup satu sekolah. Laki-laki macam dia mana mungkin melirikku. Dunia kita berbeda.
            Nyatanya perkiraanku salah. Hari itu aku yakin pertemuan kita rencana Tuhan,  bukan kebetulan semata.  Pertemuan kedua kita juga masih dilatar tempat yang sama_ Perpustakaan. Bedanya saat ini bukan lagi diluar perpustakaan, tapi didalam perpustakaan.
Saat itu aku sedang berada dideretan barisan buku psikologi. Mataku terpaku pada sebuah buku didereta atas.
Tinggi sekali. Aku terus memikirkan cara untuk mengambilnya. Tak mungkin aku menggunakan kaki mungilku, kalaupun aku jinjit tetap saja tidak sampai. Kalau jinjit tidak sampai kenapa tidak melompat saja pikirku. Akupun melompat dan menjulurkan tanganku sepanjang mungkin untuk meraihnya, namun aku kalah cepat sepersekian detik oleh satu tangan besar yang telah mengambil buku itu lebih dulu.
“Nih, tadi lo mau ngambil buku ini kan?” Cowok itu kemudian memberikan buku itu kepadaku. Sementara aku dengan tmapang sapi ompong hanya menatap bengong cowok itu
“Eh kok malah bengong? Emang lo ini hobinya bengong ya?”  Iapun tertawa kecil
“Eh maaf. Makasih ya udah ngambiliin gue buku.” Ucapku sedikit gelagapan.
“Nope. By the way ini udah kedua kalinya kita ketemu  tapi gue belum tahu namma lo. Gue Evan. Evan Erlangga.” Cowok itu mengulurkan tangannya kehadapan aku lalu tersenyum. Demi Tuhan. Kalau ada orang yang paling ganteng yang pernah ada dibumi ya Cuma dia.
Aku menyambut uluran tangannya.“Gue Agnes setevani. Panggil aja Agnes.” Ucapku  sambil  berusaha mengeluarkan senyuman semanis mungkin.
Begitulah perkenalan kami terjadi. Begitu singkat tanpa banyak basa-basi, tapi cukup mengesankan dan punya arti tersendiri untukku. Dan pada saat itu hati aku hanya terisi sebuah nama. Evan Erlangga. Perkenalan singkat itu berbuah lebih lanjut. Kita yang tadinya belum begitu saling mengenal menjadi dua orang sahabat bagi kami, mungkin lebih bila orang lain yang memandang. Enahlah kedekatan kami itu harus disebut apa.
Aku mengingat sekali tak ada status yang menamai kedekatan itu. Kedekatan itu hanya berlandaskan sebuah kenyamanan. Semua perkataanmu yang kukira tulus membuatku benar-benar percaya bahwa kamu adalah sosok yang tepat. aku mulai berpikir untuk tidak pernah menyia-nyiakan kebersamaan kita. Kamu humoris dan manis. Kedua hal tersebut mungkin tersebut tidak bisa diartikan sebagai alasan hadirnya cinta. Mungkinkah aku hanya terjebak dalam ketertarikan semata? .
Malam itu aku mendapat semua jawaban tentang rasa yang selama ini mengendap dihatiku. Aku tak dapat memunafikannya lagi. Ya aku jatuh cinta dengannya dari pandangan pertama kita sampai sekarang. Aku selalu ingat pesan-pesan manisnya yang ia sisipkan setiap malam hanya untukku. Aku juga ingat suara beratnya yang selalu menggantung di atas telepon.
Kamu berbeda dari yang lainnya. Itulah yang membuatku mencintaimu. Mencintai dengan tulus dalam diam tanpa meminta sebuah penjelasan saat itu sudah cukup untukku.. Aku takut ketika aku bilang cinta kepadamu kamu malah menjauh.
Aku tak mengetahui sebelumnya kalau kediamanku itu adalah salah. Sampai saat itu tiba. Kamu memperkenalkan dia kepadaku.

Gadis itu cantik, tinggi, putih, dan manis. Mungkin itulah yang membuatmu beraling dariku. Sosok gadis itu sepertinya begitu kuat dihatimu, sementara aku? Aku hanya sahabatmu, tempat persinggahanmu, tempa curhatmu,  tidak lebih. Terlalu bodoh bagiku untuk berharap lebih. Jadi biarlah begini saja. Ini akan jadi akhir kisah cinta pada pandangan pertamaku. Andai dia tahu bahwa sampai saat inipun hatiku masih menyimpan jejak goresan namanya.
                                                                                        
                                                                               Dari seseorang yang perjuangannya tak kasat mata olehmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar