Mungkin, gak banyak
orang yang percaya dengan apa itu cinta pandangan pertama. Seperti kata pepatah
kebanyakan. “Kita baru benar-benar bisa kehilangan, ketika kita sudah
benar-benar memilikinya” begitu juga dengan kepercayaan “Kita benar-benar akan percaya
ketika kita benar-benar merasakannya.”
Setiap orang memang
memiliki kisah cintanya masing-asing. Begitu juga setiap hati akan selalu
memiliki nama didalamnya.Ini kisahku yang membuat aku percaya dengan apa itu
cinta pada pandangan pertama dan apa itu arti mencintai dalam kediaman.
***
Saat itu aku asih duduk
di kelas XI SMA. Aku penyendiri dan tak terlalu suka dengan keramaian.
Hari-hariku disekolah begitu monoton. Kalua tidak membaca buku dikelas, ya aku
membaca buku diperpustakaan. Hingga suatu ketika aku menemui sosoknya. Cowok
yang biasa aku panggil dengan sebutan,”Tuan” karena sampai saat ini masih dia
Tuan hatitku.
Dia ketua Osis.
Saat itu entah aku yang
terlalu kuper sampai-sampai tak pernah melihat wajah ketua Osis sekolahku atau
karena aku kurang perduli dengan dunia luar sekolahku kecuali pelajaran. Hari
itu di perpustakaan sekolah pertemuan awal itu terjadi. 2 November. Aku ingat betul tanggal itu.
Tanggal dimana saat itu menjadi saksi dulu kita pernah kenal bahkan sempet
dekat.
Saat itu aku tengah
berjalan tergopoh-gopoh meninggalkan perpust , mendengar suara bel masuk kelas
berbunyi. Tanganku dipenuhi dengan tumpukan buku yang belum ku baca.
Terburu-buru, terpontang-panting, dan ter-ter lainnya menyebabkan aku berlari
sekencang-kencangnya dan tanpa melihat-lihat lagi.
BRUKKK..
Tabrakan kecil itu
membuat bukuku dan bahkan aku ikut terjatuh. Sosokmu kulihat samar-samar tanpa
kacamataku. Kamu menjulurkan tangan besarmu dan membantuku berdiri. Setelah itu
kamu berjongkok dan membereskan semua
bukuku yang jatuh berserakan kemana-mana. Aku membetulkan kacamataku
lalu membantumu memunguti kertas-kertas yang berserakan yang jatuh dari bukuku.
“Nih, buku lo.” Ketika
kamu selesai mengambil beberapa bukuku dan menyerahkannya kepadaku. Saat itu untuk
pertama kalinya aku melihat wajahmu dengan jelas. Mata sipitmu, kulitmu dan
putih dan wajah orientalmu masih tergambar jelas dalam ingatanku. Aku masih bengong sepersekian detik untuk
meyakinin diriku kalau yang sekarang berada dihadapanku bukan aartis korea JUNG
ILL WOO atau LEE MIN HOO.
Sesaat moment-moment
seperti difilm-filmpun terjadi. Gadis cupu bertabrakan dengan cowok ganteng.
“OH GOD, Apa yang harus aku lakukan?”
“Malah bengong. Ini
buku lo.” Ucapnya keras dan membuatku tersadar.
“Eh sorry. Eh
makasih.” Ucapku. Membuatku meronta dan
memaki diriku sendiri. Mengapa disaat-saat begini aku malah memperlihatkan
kebodohanku.
“Iyaa gak apa. Gue tahu
lo pasti lagi buru-buru masuk kelas.”
Demi Tuhan aku menepuk
jidatku sendiri, bahkan aku sampai lupa aku udah telat masuk kekelas. “Iya.”
Kataku buruburu berlari kekelas.
Aku
kira hari itu pertemuan terakhirku dengannya. Aku kira pertemuan kami hanya
kebetulan semata. Mana mungkin aku dan dia bertemu lagi, ya meskipun dalam
lingkup satu sekolah. Laki-laki macam dia mana mungkin melirikku. Dunia kita
berbeda.
Nyatanya perkiraanku salah. Hari itu
aku yakin pertemuan kita rencana Tuhan,
bukan kebetulan semata. Pertemuan
kedua kita juga masih dilatar tempat yang sama_ Perpustakaan. Bedanya saat ini
bukan lagi diluar perpustakaan, tapi didalam perpustakaan.
Saat
itu aku sedang berada dideretan barisan buku psikologi. Mataku terpaku pada
sebuah buku didereta atas.
Tinggi
sekali. Aku terus memikirkan cara untuk mengambilnya. Tak mungkin aku
menggunakan kaki mungilku, kalaupun aku jinjit tetap saja tidak sampai. Kalau
jinjit tidak sampai kenapa tidak melompat saja pikirku. Akupun melompat dan
menjulurkan tanganku sepanjang mungkin untuk meraihnya, namun aku kalah cepat
sepersekian detik oleh satu tangan besar yang telah mengambil buku itu lebih
dulu.
“Nih,
tadi lo mau ngambil buku ini kan?” Cowok itu kemudian memberikan buku itu
kepadaku. Sementara aku dengan tmapang sapi ompong hanya menatap bengong cowok
itu
“Eh
kok malah bengong? Emang lo ini hobinya bengong ya?” Iapun tertawa kecil
“Eh
maaf. Makasih ya udah ngambiliin gue buku.” Ucapku sedikit gelagapan.
“Nope.
By the way ini udah kedua kalinya kita ketemu
tapi gue belum tahu namma lo. Gue Evan. Evan Erlangga.” Cowok itu mengulurkan
tangannya kehadapan aku lalu tersenyum. Demi Tuhan. Kalau ada orang yang paling
ganteng yang pernah ada dibumi ya Cuma dia.
Aku
menyambut uluran tangannya.“Gue Agnes setevani. Panggil aja Agnes.” Ucapku sambil berusaha mengeluarkan senyuman semanis
mungkin.
Begitulah
perkenalan kami terjadi. Begitu singkat tanpa banyak basa-basi, tapi cukup
mengesankan dan punya arti tersendiri untukku. Dan pada saat itu hati aku hanya
terisi sebuah nama. Evan Erlangga. Perkenalan singkat itu berbuah lebih lanjut.
Kita yang tadinya belum begitu saling mengenal menjadi dua orang sahabat bagi
kami, mungkin lebih bila orang lain yang memandang. Enahlah kedekatan kami itu
harus disebut apa.
Aku
mengingat sekali tak ada status yang menamai kedekatan itu. Kedekatan itu hanya
berlandaskan sebuah kenyamanan. Semua
perkataanmu yang kukira tulus membuatku benar-benar percaya bahwa kamu adalah
sosok yang tepat. aku mulai berpikir untuk tidak pernah menyia-nyiakan
kebersamaan kita. Kamu humoris dan manis. Kedua hal tersebut mungkin tersebut
tidak bisa diartikan sebagai alasan hadirnya cinta. Mungkinkah aku hanya
terjebak dalam ketertarikan semata? .
Malam itu aku mendapat semua jawaban tentang
rasa yang selama ini mengendap dihatiku. Aku tak dapat memunafikannya lagi. Ya aku
jatuh cinta dengannya dari pandangan pertama kita sampai sekarang. Aku selalu
ingat pesan-pesan manisnya yang ia sisipkan setiap malam hanya untukku. Aku
juga ingat suara beratnya yang selalu menggantung di atas telepon.
Kamu berbeda dari yang lainnya. Itulah yang
membuatku mencintaimu. Mencintai dengan tulus dalam diam tanpa meminta sebuah penjelasan
saat itu sudah cukup untukku.. Aku takut ketika aku bilang cinta kepadamu kamu
malah menjauh.
Aku tak mengetahui sebelumnya kalau kediamanku
itu adalah salah. Sampai saat itu tiba. Kamu memperkenalkan dia kepadaku.
Gadis itu cantik, tinggi, putih, dan manis.
Mungkin itulah yang membuatmu beraling dariku. Sosok gadis itu sepertinya
begitu kuat dihatimu, sementara aku? Aku hanya sahabatmu, tempat
persinggahanmu, tempa curhatmu, tidak lebih.
Terlalu bodoh bagiku untuk berharap lebih. Jadi biarlah begini saja. Ini akan
jadi akhir kisah cinta pada pandangan pertamaku. Andai dia tahu bahwa sampai
saat inipun hatiku masih menyimpan jejak goresan namanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar